Selasa, 04 Februari 2014

Dari Model Bisnis Sampai User Interface



Proses pengembangan perangkat lunak awalnya kita mulai dengan pembuatan model bisnis. Model bisnis ini kita buat berdasarkan dari kasus yang dikerjakan.  Pada kasus yang kita kerjakan, kita lihat proses bisnis apa saja yang terjadi. Lalu kita tentukan proses bisnis yang penting saja untuk diambil. Setelah mendapatkan seluruh proses bisnis yang penting, maka tentukan event, input, resource, goal, dan output dari setiap proses bisnis tersebut. Setelah model bisnis jadi, maka langkah selanjutnya adalah membuat model datanya (ERD). Dari model bisnis yang telah kita buat, kita lihat data-data apa saja yang ada yang dapat merangkum keseluruhan dari proses bisnis yang ada. Data-data tersebut yang kemudian akan menjadi entitas-entitas pada model data (ERD) kita. Setelah seluruh entitas telah didapatkan, kita tentukan keterkaitan antara entitas-entitas tersebut (kita tentukan relasi antara entitas yang ada). Setelah itu, tentukan kardinalitas beserta modalitas untuk setiap relasi yang ada. Selanjutnya kita tentukan atribut-atribut yang ada pada setiap entitas termasuk atribut utama dan juga atribut referensialnya. Setelah semua selesai, maka model data (ERD) kita sudah jadi.

Langkah selanjutnya adalah mengubah model data (ERD) kita menjadi sebuah model fungsi (DFD). Namun, sebelum itu kita lakukan proses IPO. Proses IPO ini sebenarnya belum dipublikasi, namun langkah ini diajarkan oleh dosen saya sebagai langkah sebelum mengubah dari ERD ke DFD. Cara ini cukup efektif dan juga cukup memudahkan dalam mengubah dari model data (ERD) ke model fungsi (DFD). Pada proses IPO ini kita pikirkan fungsi apa-apa saja yang muncul karena adanya entitas-entitas pada model data kita. Entitas-entitas pada model data kita bisa berupa input dari fungsi dan juga bisa berupa output dari fungsi tersebut. Selain entitas, kita tentukan juga entitas eksternal atau yang biasa dikenal sebagai terminator pada DFD. Sama seperti entitas, entitas eksternal ini dapat berupa input dari fungsi dan juga dapat berupa output dari fungsi. Fungsi-fungsi inilah yang akan menjadi proses dalam DFD yang akan kita buat. Ketika seluruh fungsi sudah ditentukan beserta input dan outputnya, maka yang kita lakukan selanjutnya adalah mengelompokkan fungsi-fungsi tersebut berdasarkan levelnya / tingkatannya.

Berdasarkan dari rujukan proses IPO tersebut maka kita akan lebih mudah membuat DFD nya. Entitas eksternal akan menjadi terminator, fungsi-fungsi akan menjadi proses, dan entitas-entitas akan menjadi data store. Ketika pengelompokkan sudah selesai maka akan jelas yang mana diagram lvl 0, diagram lvl 1, dan seterusnya. Ketika levelnya sudah jelas, maka yang kita lakukan adalah membuat diagram berjenjang untuk memperlihatkan secara lebih jelas mulai dari diagram level 0 sampai pada diagram level 1 misalnya (batasan level terakhir diagram tergantung pada setiap kasus). Setelah itu, kita buat secara detail untuk diagram level 0, lalu diagram level 1, dan yang terakhir semua subproses yang ada pada diagram level 1. Ketika semua sudah selesai, maka model fungsi (DFD) kita sudah jadi. 

Namun, model fungsi saja belum cukup karena dalam setiap fungsi-fungsi (proses) yang ada pada model fungsi (DFD) yang dibuat, kita tidak mengetahui apa-apa saja yang terjadi dalam setiap fungsi tersebut. Oleh karena itu kita perlu membuat model behaviornya yang dalam hal ini adalah flowchartnya. Dengan membuat flowchart untuk setiap fungsi yang ada, maka akan jelas terlihat apa-apa saja yang terjadi dalam fungsi tersebut. Dengan adanya flowchart tersebut, bisa kita jadikan sebuah rujuan untuk membuat user interfacenya. Seperti form input misalnya, kita lihat apa-apa saja data yang diinput pada flowchart tersebut kemudian kita implementasikan ke dalam form. Begitu pula untuk tampilan dalam bentuk layar maupun cetakan misalnya. Ketika user interfacenya sudah jelas, maka tinggal diserahkan ke programmer untuk melakukan coding.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar